BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak adalah merupakan amanah Allah
SWT yang harus dibina, dipelihara, secara seksama agar kelak menjadi manusia
sempurna, berguna bagi agama, bangsa dan negara di samping dapat menjadi
pelipur lara orang tua, penenang hati dan kebanggaan keluarga.[1]
Semua harapan positif terhadap anak tersebut tidaklah dapat terpenuhi tanpa
adanya bimbingan yang memadai, selaras dan seimbang dengan tuntutan dan
kebutuhan fitrah manusia secara kodrati.
Semua itu tidak akan didapatkan
secara sempurna kecuali pada ajaran Islam yang bersumber kepada wahyu Illahi
yang paling mengerti tentang hakikat manusia sebagai mahkluk ciptaan-Nya.
Kemudian mengapa makalah ini penting karena Abdullah Nashih Ulwan memberikan
panduan yang lengkap bagi terwujudnya pola asuh yang sempurna/lengkap karena
selain memuat berbagai macam dalil naqli mangacu langsung kepada nash-nash
Al-Qur’an dan Hadits yang shohih, beliau melengkapinya pula dengan bukti-bukti
ilmiah dan rasional.
Memiliki karakteristik tersendiri.
Keunikan karakteristik itu terletak pada uraiannya yang menggambarkan totalitas
dan keutamaan Islam. Islam sebagai agama yang tertinggi dan tidak ada yang
melebihi ketinggiannya adalah menjadi obsesi Ulwan dalam setiap analisa dan argumentasinya.
Makalah ini sangat penting dan
berguna bagi orang tua ataupun pendidik karena terdapat konsep-konsep dalam
mendidik anak. Namun tidak mungkin untuk disampaikan secara rinci pada makalah
yang sifatnya terbatas ini. Oleh karena itu, penulis akan membahas “Biografi, karya
karya, dan konsep pendidikan anak menurut Abdullah Nashih Ulwan”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Abdullah Nashih Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan
adalah seorang tokoh muslim, ia dilahirkan di kota Halab Suriah pada tahun 1928
tepatnya didaerah Qodhi Askar. Beliau mempunyai nama lengkap Al-Ustadz Syaikh
Abdullah Nashih Ulwan. Abdullah Nashih Ulwan Pada umur 15 beliau sudah
menghafal al-Qur'an dan menguasai ilmu Bahasa Arab dengan baik. Beliau sangat
cerdas dalam pelajaran dan selalu menjadi tumpuan rujukan teman-temannya di
madrasah.[2]
Beliau adalah orang
yang pertama kali memperkenalkan mata pelajaran Tarbiyah Islamiyah sebagai
pelajaran dasar di sekolah. Dan pada perkembangan selanjutnya, pelajaran
Tarbiyah Islamiyah ini menjadi mata pelajaran wajib yang harus diambil
murid-murid di sekolah menengah di seluruh Suriyah. Beliau aktif sebagai da’i
di sekolah-sekolah dan masjid-masjid di daerah Halab.
Abdullah Nashih Ulwan
merupakan pemerhati masalah pendidikan terutama pendidikan anak dan dakwah
Islam. Jenjang pendidikan yang dilaluinya yakni setelah beliau menyelesaikan
Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, beliau melanjutkan ke
Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas di Halab juga pada tahun 1949. Jurusan Ilmu
Syari’ah dan Pengetahuan Alam. Kemudian melajutkan di Al-Azhar University
(Mesir) mengambil Fakultas Ushuluddin, yang selesai pada tahun 1952
diselesaikan selama 4 tahun. Dan melanjutkan S-2 pada perguruan tinggi lulus
pada tahun 1954 dan menerima ijazah spesialis bidang pendidikan, setaraf dengan
Master of Arts (MA). Pada tahun yang
sama (1954) ia belum sempat meraih gelar doktor pada perguruan tinggi tersebut,
karena diusir dari negeri Mesir karena
ia seorang aktivis dalam organisasi
ikhwanul muslimin yang dikenal ajarannya radikal, yaitu tahun 1954, Ulwan aktif
menjadi seorang da’i.
Pada tahun 1979 Abdullah Nashih
Ulwan meninggalkan Suriah menuju ke Jordan, di sana beliau tetap menjalankan
dakwahnya dan pada tahun 1980 beliau meninggalkan Jordan ke Jeddah Arab Saudi
setelah mendapatkan tawaran sebagai dosen
di Fakultas Pengajaran Islam di Universitas Abdul Aziz dan beliau
menjadi dosen di sana. Beliau berhasil
memperoleh ijazah Doktor di Universitas Al-Sand Pakistan pada tahun 1982 dengan
desertasi “Fiqh Dakwah wa Daiyah”. Setelah pulang di Pakistan beliau merasa
sakit di bagian dada, lalu dokter mengatakan bahwa ia mengalami penyakit di
bagian hati dan paru-paru, lalu beliau dirawat di rumah sakit. Abdullah Nashih
Ulwan meninggal pada tanggal 29 Agustus 1987 M bertempatan dengan tanggal 5
Muharram 1408 H pada hari Sabtu jam 09.30 pagi di rumah sakit Universitas Malik
Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi dalam usia 59 tahun. Jenazahnya di bawa ke
Masjidil Haram untuk dishalati dan dikebumikan di Makkah.
B. Karya-Karya Abdullah
Nashih Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan telah menulis
beberapa karya ilmiah yang dapat dikaji dan dipelajari oleh para generasi muda
Islam dan umat Islam pada umumnya.
Kebanyakan karya tulisnya berkisar pada masalah dakwah dan pendidikan. Diantara
karya-karya beliau adalah: Tarbiyyah al-Aulād fī al-Islām, Ilā
Waraṡah al-Anbiyā,`At-Takāful al-Ijtimā’ī fī al-Islām, Aḥkām az-Zakāh ‘alā Ḍau`i al-Mażāhib
al-Arba’ah, Aḥkām at-Ta`mīn fī al-Islām, Ta’addudu az-Zaujāt fī
al-Islām, Hattā Ya’lam asy-Syabāb, Faḍā`il aṣ-Ṣiyām wa Aḥkāmuhu,
Silsilah Madrasah ad-Du’āh, Syubhāt wa Rudūd, Aqābāt az-Zawāj wa Ṭurūq
Mu’ālajatihā ‘Alā Ḍau`i al-Islām, Al-Islām Syarī’ah az-Zamān wa
al-Makān
C. Pendidikan Moral Anak dalam Keluarga
Menurut Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan
Setian anak dilahirkan dalam keadan fitrah. Ia
dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa, akan tetapi anak telah dibekali
dengan pendengaran, penglihatan, dan kata hati.[3] Dengan
diberikannya penglihatan, pendengaran, dan kata hati tersebut, diharapkan orang
tua harus mampu membimbing, mengarahkan, dan mendidiknya dengan sangat
hati-hati karena anak sebagai peniru yang ulung. Oleh karena itu semaksimal
mungkin orang tua memberikan pelayanan terhadap anaknya. Pelayanan yang
maksimal akan menghasilkan suatu harapan bagi bapak ibunya. Sebab anak adalah
sumber kebahagiaan, kesenangan, dan sebagai harapan dimasa yang akan datang.[4]
Dalam mendidik anak, tentunya harus ada
kesepakatan antara bapak ibu sebagai orang tua, akan dibawa kepada pendidikan
yang otoriter atau pendidikan yang demokratis atau bahkan yang liberal, sebab
mereka penentu pelaksana dalam keluarga. Dalam kehidupan masyarakat terkecil,
yaitu keluarga, suami secara fungsional adalah penanggung jawab utama rumah
tangga (keluarga) sedangkan istri adalah mitra setia yang aktif konstruktif
mengelola rumah tangga. Operasionalisasi kehidupan berkeluarga sebaiknya
dilakukan berdasarkan amar makruf nahi munkar.
Salah satu wujud amar makruf nahi munkar
dalam kehidupan berkeluarga adalah memberikan pendidikan kepada putra
putrinya berdasarkan ajaran Islam. Antara keluarga satu dengan keluarga lainnya
mempunyai prinsip dan sistem sendiri-sendiri dalam mendidik anaknya. Namun orang
tua jangan terbuai atau melupakan terhadap ajaran-ajaran Islam, terutama dalam
hal pendidikan anak sebagaimana yang telah dicontohkan Rasul saw. sebagai
pembawa panji-panji Islam, Rasul SAW tidak pernah mendidik putra-putrinya
dengan pendidikan keras dan tidak dengan membebaskan anak-anaknya, tetapi
beliau dalam mendidik keluarganya terutama kepada anak-anaknya adalah dengan
limpahan kasih sayang yang amat besar.[5] Senada dengan yang dikatakan oleh
sahabat Anas ra. yaitu “Aku tidak mendapatkan seseorang yang kasih sayangnya
pada keluarganya melebihi Rasulullah SAW.”
Diantara metode pendidikan moral anak dalam
keluarga yang ditawarkan oleh Abdullah Nashih Ulwan adalah:
1.
Pendidikan
dengan Keteladanan
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi
orang tuanya. Hatinya yang suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih
murni dan belum terbentuk.[6] Orang tuanya merupakan arsitek atau
pengukir kepribadian anaknya. Sebelum mendidik orang lain,
sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya terlebih dahulu. Segala
informasi yang masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan dan pendengaran
dari orang di sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak
tersebut. Orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada
putra putrinya dalam kehidupan berkeluarga.[7] Hal ini
sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab ( 33) : 21.
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym
Artinya: “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.”(QS.
Al-Ahzab : 21)
2.
Pendidikan
dengan Adat Kebiasaan
Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi,
salah satunya berupa potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk
pada diri anak (manusia) melalui 2 faktor, yaitu : faktor pendidikan Islam yang
utama dan faktor pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang
bertanggung jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter
anak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan
Abu Hurairah.[8]
عن ابى
هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم مامن مولود إلا يولد
على الفطرة فأبواه يهوّدانه وينصّرانه ويمجّسـانه
Artinya
: “Dari
Abi hurairah ra. telah bersabda Rasulullah SAW. tidak ada anak yang dilahirkan,
kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikannya sebagai orang yahudi, nasrani, atau majusi”. (HR.
Muslim)
Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama
sebagai sarana teoritis dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus
menunjang terhadap pengajaran tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan
aplikasi pembiasaan ajaran agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan
merupakan upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan. Orang tua
harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena tiada yang
lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik.
3.
Pendidikan
dengan Nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa
di mata anak. Dan pemberi nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri
selaku pendidik bagi anak. Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila
pemberi nasihat juga bisa memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup
bila tidak diikuti dengan keteladanan yang baik.
Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut
apabila didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak
tidak butuh segi teoritis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu memberikan
pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke
dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak) selalu
membutuhkan nasihat, sebab dalam jiwa terdapat pembawaan itu biasanya tidak tetap,
dan oleh karena itu kata-kata atau nasihat harus diulang-ulang. Nasihat akan berhasil atau mempengaruhi jiwa anak, tatkala
orangtua mampu memberikan dengan cara yang baik. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ( 2) : 44 .
Artinya : “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)
kabaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu
membaca al-Kitab (Taurat) ? maka tidakkah kamu berpikir ? (Q.S al-Baqarah : 44)
4.
Pendidikan
dengan Perhatian
Sebagai orangtua berkewajiban untuk memenuhi
kebutuhan–kebutuhan anaknya, baik kebutuhan jasmani ataupun kebutuhan yang
berbentuk rohani. Diantara kebutuhan anak yang bersifat rohani adalah anak
ingin diperhatikan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Pendidikan dengan
perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti
perkembangan anak dalam pembinaan akidah dan moral, persiapan spiritual dan
sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya
hasil ilmiahnya.
Orang tua yang baik senantiasa akan mengoreksi
perilaku anaknya yang tidak baik dengan perasaan kasih sayangnya, sesuai dengan
perkembangan usia anaknya. Sebab pengasuhan yang baik akan menanamkan rasa
optimisme, kepercayaan, dan harapan anak dalam hidupnya.[9] Dalam memberi perhatian ini, hendaknya
orang tua bersikap selayak mungkin, tidak terlalu berlebihan dan juga tidak
terlalu kurang. Namun perhatian orang tua disesuaikan dengan perkembangan dan
pertumbuhan anak.
5.
Pendidikan
dengan memberikan hukuman
Hukuman diberikan, apabila metode-metode yang
lain sudah tidak dapat merubah tingkah laku anak, atau dengan kata lain cara
hukuman merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh pendidik, apabila ada
perilaku anak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebab hukuman merupakan
tindakan tegas untuk mengembalikan persoalan di tempat yang benar. Dengan memberikan hukuman, orang tua sebenarnya merasa
kasihan terhadap anaknya yang tidak mau melaksanakan ajaran Islam. Karena salah
satu fungsi dari hukuman adalah mendidik.[10]
Menurut Nashih Ulwan, hukuman bentuknya ada
dua, yakni hukuman psikologis dan biologis. Bentuk hukuman yang bersifat
psikologis adalah: Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan, Menunjukkan kesalahan
dengan memberikan isyarat, Menunjukkan kesalahan dengan kecaman. Hukuman bentuk
psikologis ini diberikan kepada anak dibawah umur 10 tahun. Apabila hukuman
psikologis tidak mampu merubah perilaku anak, maka hukuman biologislah yang
dijatuhkan tatkala anak sampai umur 10 tahun tidak ada perubahan pada sikapnya.
Hal ini dilakukan supaya anak jera dan tidak meneruskan perilakunya yang buruk.
Sesuai sabda Rasul SAW yang diriwayatkan Abu Daud dari Mukmal bin Hisyam.[11]
“Suruhlah
anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun, dan
pukulilah mereka itu karena shalat ini, sedang mereka berumur sepuluh tahun,
dan pisahkanlah tempat tidu mereka”. (HR. Abu Daud)
D.
Analisis
Manusia dibekali oleh dua potensi, yaitu potensi
untuk menjadi orang yang baik dan potensi untuk menjadi orang yang jahat.
Kecenderunga manusia dalam melakukan akhlak baik atau buruk, merupakan bentuk
dari proses, dari baik ke buruk dan kembali lagi ke baik, atau tetap dalam
keburukan dan dari baik tetap kepada yang baik. Proses inilah yang sebenarnya
sangat berperan dalam membentuk terminal akhir dari kecenderungan manusia.
Proses ini harus dimulai sejak kecil. Untuk mencapai maksud tersebut,
diperlukan sebuah usaha agar mereka tetap bertahan dalam kebaikan. Cara yang
paling efektif adalah dengan pendidikan akhlak . Akan tetapi, usaha tersebut
sulit akan tercapai dengan optimal jika tidak diimbangi dengan pemahaman yang
memadahi dalam penyampaian. pendekatan yang mungkin dapat dipergunakan adalah pendidikan
secara langsung, pendidikan secara tidak langsung dan mengambil manfaat dari
kecenderungan dan pembawaan anak.
Pendidikan ahlak kepada anak kenapa penting?
salah satu hal yang harus kita ketahui adalah jika anak tidak diberi pendidikan
yang baik maka akan merugikan banyak orang terutama pada dirinya sendiri dan
juga orang tuanya hal ini senada denga hadist Nabi
Rasulullah Saw. telah
menegaskan hal tersebut pada hadis berikut.
عن أبي هريرة
قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا
وخياركم خياركم لنسائهم خلقا
Dari Abu Hurairah ra,
dia telah berkata: Rasulullah Saw. telah bersabda: “Orang-orang beriman yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang
paling pilihan di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya
terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi)
Di zaman modern yang serba canggih saat ini, di mana ilmu pengetahuan telah
jauh berkembang dari masa-masa sebelumnya. Manusia berlomba-lomba menunjukkan
kemajuan negaranya dengan keanggihan teknologi yang dimilikinya. Namun sayang
sungguh sayang, di balik segala kehebatan kehebatan tersebut, banyak kasus yang
amoral yang terjadi. Manusia telah jauh dari sikap kemanusiaannya, perbuatan
mereka lebih mendekati kepada sifat-sifat yang dimiliki oleh binatang, bahkan
mungkin lebih hina.
Hal ini nampak jelas
dengan banyaknya kasus perzinaan yang terjadi di hampir seluruh tingkatan usia.
Dan yang lebih fatal lagi adalah kehidupan free seks sudah menjadi bumbu
penyedap bagi kehidupan remaja-remaja di negara kita. Mereka akan menganggap
diri mereka sebagai pemuda yang katro, tidak gaul, ndeso, jika mereka tidak
pernah merasakan yang namanya free seks saat mereka masih di bangku sekolah.
Dan krisis moral yang
tengah melanda umat manusia saat ini, telah menimbulkan berbagai polemik yang
sangat pelik. Dari perbuatan free seks saja misalnya, berdampak pada banyaknya
kasus pembunuhan terhadap bayi-bayi yang lahir dari hubungan haram.
Pembunuhannya pun beragam ada yang dibunuh ketika ia telah terlahir ke muka
bumi dengan cara dilempar ke sungai, atau menguburnya hidup-hidup. Sungguh
persis apa yang telah mereka lakukan tersebut dengan perbuatan orang-orang
jahiliyah sebelum kedatangan Nabi Muhammad Saw. selain itu ada pula bayi yang
dibunuh sebelum mereka berwujud bayi yang utuh, dengan kata lain bayi tersebut
diaborsi dengan cara yang sangat kejam.
Untuk itu anak benar
benar duberi pendidikan baik, bukan hanya pendidikan pintar saja namun juga
benar sebab pintar belum tentu benar tetapi sebaliknya kalau benar sudah pasti
pintar. Pendidikan yang disampaikan di sekolah belum tentu menjamin perilaku
anak sesuai dengan dengan harapan
pendidikan dan orang. Nilai yang diberikan oleh pendidik bukanlah wujud
yang nyata sebagai cerminan akhlak yang baik pada diri anak (Peserta didik)
dalam kehidupan sehari hari. Banyaknya materi bahasa yang dibebankan oleh
kurikulum dengan keterbatasan waktu yang tersedia merupakan kendala guru untuk
dapat mengoptimalkan nilai-nilai akhlak yang harus dipahami dan dibiasakan oleh peserta didik.
Berbagai informasi
dimedia masa menambah kegalauan orang tua dalam mendidika anak anaknya. jika
kita amati sekarang ini banyak unsur unsur kekerasan yang mewarnai dunia
hiburan. Mulai dari film action Barat sampai film kartun yang notabene
banyak unsur kekerasan baik fisik atau mental. Hal ini secara langsung atu
tidak, akan mempengaruhi mental dan psikologi anak. Anak akan cenderung agresif
dan menyukai kekerasan dan perkelaian fisik mental. Oleh karena itu, pendidikan
akhlak bagi anak sangat perlu diberikan, sebab seberapapun tinggi kecerdasan
seseorang, bila ia mempunyai akhlak yang baik, akan terjadi penyimpangan dan
penyelewengan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Maka dari itu agar dapat mejadi orang yang baik kita harus
meniru baginda Nabi SAW sebagaimana firman Alloh Berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu
(Muhammad) adalah benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4).
Untuk mengarahkan dan membimbing anak-anak kita
dalam menerapkan pendidikan moral yang mereka dapatkan di bangku sekolah kita
sebaiknya terus memberikan perhatian, teladan yang baik sehingga teori yang
mereka dapatkan di sekolah tidak menjadi tulisan dan hafalan dalam kepala belaka,
akan tetapi menjadi sesuatu yang nyata dalam kehidupan mereka. Jika hal
tersebut kita laksanakan, maka insya Allah anak-anak kita akan menjadi pribadi
yang terbiasa dengan akhlak yang luhur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang yang pertama kali
memperkenalkan mata pelajaran Tarbiyah Islamiyah sebagai pelajaran dasar
di sekolah dan aktif sebagai da’i di sekolah-sekolah dan masjid-masjid di
daerah Halab. Ia seorang aktivis dalam
organisasi ikhwanul muslimin, dan Pada tahun 1979 Abdullah Nashih
Ulwan meninggalkan Suriah menuju ke Jordan, di sana beliau tetap menjalankan
dakwahnya dan pada tahun 1980 beliau meninggalkan Jordan ke Jeddah Arab Saudi. Setelah
pulang di Pakistan beliau merasa sakit di bagian dada, lalu dokter mengatakan
bahwa ia mengalami penyakit di bagian hati dan paru-paru, lalu beliau dirawat
di rumah sakit. Abdullah Nashih Ulwan meninggal pada tanggal 29 Agustus 1987 M
bertempatan dengan tanggal 5 Muharram 1408 H pada hari Sabtu jam 09.30 pagi di
rumah sakit Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi dalam usia 59 tahun.
Jenazahnya di bawa ke Masjidil Haram untuk dishalati dan dikebumikan di Makkah.
Karya-karya Abdullah
Nashih Ulwan antara lain:
Tarbiyyah al-Aulād fī al-Islām (pendidikan anak
dalam Islam), Ilā Waraṡah al-Anbiyā` (kepada para pewaris Nabi), At-Takāful
al-Ijtimā’ī fī al-Islām (jaminan sosial menurut Islam), Aḥkām
az-Zakāh ‘alā Ḍau`i al-Mażāhib al-Arba’ah (hukum-hukum zakat empat
mażhab), Aḥkām at-Ta`mīn fī al-Islām (hukum-hukum asuransi dalam
Islam), Ta’addudu
az-Zaujāt fī al-Islām (poligami dalam Islam).
Adapun
metode pendidikan moral anak dalam keluarga yang ditawarkan oleh Abdullah
Nashih Ulwan antara lain: Pendidikan dengan Keteladanan, Pendidikan dengan Adat
Kebiasaan, Pendidikan dengan Nasihat, Pendidikan dengan Perhatian, Pendidikan
dengan memberikan hukuman.
DAFTAR RUJUKAN
Ali al-Hasyimi, Muhammad.
2000. The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as
Defined in The Qur’an and sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah
Ideal pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as-Sunnah”,( Yogyakarta : Mitra
Pustaka, Cetakan I
Ali Quthb, Muhammad. 1993. Auladuna
fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan, “Sang
Anak dalam Naungan Pendidikan Islam”. Bandung : Diponegoro, Cetakan II
B. Hurlock, Elizabeth. 1999. Perkembangan Anak, Jakarta:
Erlangga, jilid II, 1999
Binti Mubarok al-Barik, Haya. 1998. Mausu’ah al-Mar’atul
Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachrudin, “Ensiklopedi Wanita Muslimah”,
Jakarta : Darul Falah, Cet. IV
Daud, Abi. Sunan Abi
Daud, (Yogyakarta: Maktabah Dahlan, Juz I, t.th
Isawi, Abdurrahman. 1994. Anak dalam Keluarga, Jakarta :
Studia Press, Edisi II
Nasih Ulwan, 2002. Abdullah Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid I,
penerjemah: Jamaludin Miri, Jakarta: Pustaka Amani
Mushoffa dan Imam Musbikin,
Aziz. 2001. Sepasang Burung dan Nabi Sulaiman, Yogyakarta: Mitra
Pustaka, Cetakan I
Muslim, Imam. Sahih Muslim,
juz IV, Lebanon : Dar al-Kutbi al-Ilmiah, t.th
Mustafti, 2002. Makalah:
Pemikiran Nasih Ulwan tentang Pendidikan Islam, Pekalongan: STAIN
Pekalongan
[1] Abdullah Nasih
Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam Jilid I, penerjemah: Jamaludin Miri, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2002), hal. VII.
[2] Mustafti, Makalah: Pemikiran Nasih Ulwan tentang
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan, 2002), hlm. 1
[3] Muhammad ‘Ali
Quthb, Auladuna
fi-Dlaw-it Tarbiyyatil Islamiyah, Terj. Bahrun Abu Bakar Ihsan,
“Sang Anak dalam Naungan Pendidikan Islam”, (Bandung : Diponegoro, Cetakan
II, 1993), hlm. 11.
[4] Muhammad Ali
al-Hasyimi, The
Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim Woman as Defined in
The Qur’an and sunnah, Terj. Fungky Kusnaedi Timur, “Muslimah
Ideal pribadi Islami dalam al-Qur’an dan as-Sunnah”,( Yogyakarta : Mitra
Pustaka, Cetakan I, 2000), hlm. 250-251.
[5] Aziz Mushoffa
dan Imam Musbikin, Sepasang
Burung dan Nabi Sulaiman, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, Cetakan I,
2001), hlm. 5.
[6] Haya Binti
Mubarok al-Barik, Mausu’ah
al-Mar’atul Muslimah, terj. Amir Hamzah Fachrudin, “Ensiklopedi
Wanita Muslimah”,( Jakarta : Darul Falah, Cet. IV, 1998), hlm. 247.
[7]Abdurrahman
‘Isawi, Anak
dalam Keluarga, Jakarta : Studia Press, Edisi II,
1994, hlm. 35.
[8] Imam Muslim, Sahih
Muslim, juz IV, (Lebanon : Dar al-Kutbi al-Ilmiah, t.th), hlm. 2047.
[9] Muhammad Ali
al-Hasyimi,
The Ideal Muslimah..., hlm. 262
[10] Elizabeth B. Hurlock,
Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, jilid II, 1999), hlm. 87.
[11] Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Yogyakarta:
Maktabah Dahlan, Juz I, t.th), hlm. 133.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar