BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kompetensi
Kompetensi berasal dari kata competence,
yang berati kecakapan, kemampuan. Jika melihat dari pengertian tesebut,
maka hal ini berarti erat kaitannya dengan pemilikan pengetahuan, kecakapan
atau keterampilan sebagai guru.[1]
Dengan demikian, tidaklah berbeda dengan pengertian kompetensi yang dikemukakan
oleh W. Robert Houston seperti dikutip Abdul Kadir Munsyi yang mengatakan bahwa
competence ordinarily is defined as adequacy for a task or as possession of
require knowloledge, skill and abilities. Di sini dapat diartikan, bahwa
kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.
Dalam hal pembelajaran, terjadi interaksi
dua arah yakni antara peserta didik dengan pendidik. Oleh karena itu, perlu
juga adanya kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik yaitu, kemampuan peserta
didik untuk mengerjakan sesuatu dengan baik sebagai hasil dari proses
pembelajaran atau pendidikan yang diikutinya.
Sehingga kompetensi merupakan kemampuan
yang harus dimiliki oleh individu dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan
uraian tugas yang dilakukannya. Juga kompetensi dapat dikatakan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak yang secara konsisten
dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompoten, dalam arti memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai untuk melakukan sesuatu.[2]
Menurut Spencer and Spencer kompetensi
terdiri dari lima karakteristik yaitu :
1. Motives, adalah sesuatu dimana
sesorang secara konsisten berfikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer
menambahkan bahwa motives adalah “drive, direct and select behavior toward
certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang yang
memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan
yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh
untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “feedback“
untuk memperbaiki dirinya.
2. Traits, adalah watak yang
membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu
dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri,
ketabahan atau daya tahan.
3. Self Concept, adalah sikap dan
nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes
kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang
menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
4. Knowledge, adalah informasi yang
dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang
kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang
paling benar tetapi tidak bisa melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan
berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
5. Skills, adalah kemampuan untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental.
Sebagaimana
diungkapkan Mustaqim, “pada prinsipnya guru harus memiliki tiga kompetensi
yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi penguasaan atas bahan dan kompetensi
dalam cara belajar mengajar”.[3]
Cooper sebagaimana dikutip oleh Nana Sudjana mengemukakan 4 (empat)
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yakni:
a.
Mempunyai
pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia.
b.
Mempunyai
pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya,
c.
Mempunyai
sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat, dan bidang studi
yang dibinanya,
Demikian juga Glasser
membagi kompetensi guru menjadi empat hal, yaitu : “(a) Menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan
mendiagnose tingkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran,
dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa”.[5]
Bertolak dari berbagai
pendapat diatas, maka kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu:
1)
Kompetensi
kognitif
Kompetensi bidang kognitif artinya
adalah kemampuan intelektual seorang guru seperti penguasaan mata pelajaran,
pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang
bimbingan dan penyuluhan, serta kemampuan umum lainnya.
Dalam hal ini pengetahuan ranah
kognitif dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
(a)
Pengetahuan
Kependidikan / Keguruan
Pengetahuan kependidikan dalam hal
ini dibagi menjadi dua yaitu ilmu kependidikan umum dan ilmu kependidikan
khusus. Pengetahuan kependidikan umum meliputi ilmu pendidikan, psikologi
pendidikan, psikologi pendidikan, dan sebagainya. Sedangkan pengetahuan
kependidikan khusus meliputi, metode mngajar, metodik khusu pengajaran materi
tertentu, teknik evaluasi, praktik keguruan dan sebagainya.
Kalau pengetahuan kependidikan umum
meliputi segenap pengetahuan yang tidak langsung berhubungan dengan proses
belajar mengajar, sebaliknya pengetahuan kependidikan khusus langsung terkait
dengan praktik pengelolaan proses belajar mengajar.
(b)
Ilmu
pengetahuan materi bidang studi
Kategori yang kedua ini meliputi
semua bidang studi yang akan diajarkan oleh guru. Penguasaan atas mata
pelajaran atau bidang studi yang akan diajarkan seorang guru mutlak diperlukan. Penguasaan tersebut seyogianya
dikaitkan dengan pengetahuan kependidikan khusus terutama mengenai metodik
khusus serta praktik keguruan.
“Jenis kompetensi kognitif lain yang
juga perlu dimiliki seorang guru adalah kemampuan mentransfer strategi kognitif
kepada para siswa agar dapat belajar secara efisien dan efektif”.[6]
Dengan kemampuan ini diharapkan seorang guru mampu mengubah preferensi kognitif
siswa dari yang bermotif ekstrinsik menjadi preferensi yang bermotif intrinsik.
2)
Kompetensi
Sikap/ afektif
Kompetensi sikap atau afektif,
artinya “kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan
dengan tugas dan profesinya”.[7] Kompetensi ranah afektif bersifat tertutup dan abstrak, sehingga amat sukar
diidentifikasi. Namun demikian kompetensi afektif yang sering dijadikan obyek
penelitian adalah sikap dan perasaan
diri yang terkait dengan profesi keguruan. Sikap dan perasaan diri
tersebut adalah:
3)
Kompetensi
psikomotorik
Kompetensi yang ketiga ini terkait
dengan ketrampilan jasmaniah seorang guru dalammelaksanakan tugasnya sebagai
seorang pengajar. Secara garis besar kompetensi ini dibagi menjadi dua, yaitu
(1) Kecakapan jasmaniah umum, dan (2) Kecakapan jasmaniah khusus.
Kecakapan jasmaniah yang umum
meliputi kemampuan yang diwujudkan dalam bentuk gerakan dan tindakan umum
jasmani seorang guru seperti duduk,berdiri, berjalan dan lain-lain yang secara
tidak lansung berhubungan dengan proses belajar mengajar.
Sedangkan kecakapan jasmaniah yang
sifatnya khusus, meliputi ketrampilan tertentu yang diwujudkan dalam kegiatan
belajar mengajar. Jadi kecakapan ini secara langsung berhubungan dengan proses
belajar mengajar.
Kompetensi guru di Indonesia telah
pula dikembangkan. Depdikbud sebagaimana dikutip Nana Syaodih Sukmadinata,
merinci 10 kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh guru, yaitu:
1)
Penguasaan
bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2)
Pengelolaan
program belajar mengajar
3)
Pengelolaan
kelas
4)
Penggunaan
media dan sumber pelajaran
5)
Penguasaan
landasan-landasan kependidikan
6)
Pengelolaan
interaksi belajar mengajar
7)
Peilaian
prestasi siswa
8)
Pengenalan
fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9)
Pengenalan
dan penyelenggaraan administrasi sekolah
10)
Pemahaman
prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
peningkatan mutu pengajaran.[8]
Sementara itu
sikap dan karakteristik guru yang sukses mengajar dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
(1)
Respek
dan memahami dirinya, serta dapat mengontrol (emosinya stabil)
(2)
Antusias
dan bergairah terhadap bahan, kelasnya, dan seluruh pengajarannya;
(3)
Berbicara
dengan jelas dan komunikatif (dapat mengkomunikasikan idenya terhadap siswa);
(4)
Memperhatikan
perbedaan individual siswa;
(5)
Memiliki
banyak pengetahuan, inisiatif, kreatif, dan banyak akal;
(6)
Menghindari
sarkasme dan ejekan terhadap siswanya;
(7)
Tidak
menonjolkan diri, dan;
(8)
Menjadi
teladan bagi siswanya[9]
Ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan oleh seorang guru sebelum mengajar atau berinteraksi dengan para
siswa. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah :
1.
Penguasaan
materi
Penguasaan materi bagi guru
merupakan sesuatu yang sangat menentukan khususnya dalam proses belajar
mengajar. Ketika seorang guru harus mengajar, maka ia harus menguasai materi
lebih dari yang diharapkan dikuasai oleh anak didiknya. Materi minimal yang
harus dikuasai siswa tercantum dalam GBPP, sehingga guru harus menguasai materi
lebih dari itu.
Fungsi penguasaan materi bagi seorang guru
adalah:
(a)
Meningkatkan kepercayaan
diri akan kemampuan profesionalnya sehingga tidak ragu lagi dalam mengelola
PBM.
(b)
Memperdalam dan memperluas
wawasan atas konsepsi tinjauan akademis dan aplikasinya sehingga dapat
dimanfaatkan untuk melaksanakan analisis materi pelajaran (AMP).[10]
2.
Persiapan mengajar
Persiapan mengajar merupakan salah
satu bagian dari program pengajaran yang memuat satuan bahasan untuk disajikan
dalam beberapa kali pertemuan. Fungsi persiapan mengajar sebagai pedoman dalam menyelenggarakan pelajaran,
sebagai dasar penilaian, dan sebagai dasar untuk pengawasan pelaksanaan
pelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar lebih terarah dan berjalan efektif
dan efisien.
3.
Penguasaan
media mengajar
Penguasaan terhadap media pengajaran
merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh seorang guru. Karena pada dasarnya
tidak ada suatu pelajaran yang sempurna kalau tidak ada media yang cukup.
Sehingga seorang guru hendaknya selama bekerja mengumpulkan barang-barang untuk
dijadikan media alat bantu selalu siap untuk dipakai sewaktu-waktu.
Media pengajaran memberikan faedah
yakni “membantu cara guru memberikan pelajaran, agar murid dapat lebih jelas
menerima keterangan-keterangan tersebut”.[11]
Karena kemampuan tiap siswa dalam menerima pelajaran tidak sama satu dengan
lainnya.
4.
Penguasaan metode
mengajar
Pemilihan metode mengajar yang tepat
terkait dengan efektifitas pengajaran. Ketepatan penggunaan metode mengajar
akan memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan prestasi belajar
siswa. Sehingga dalam hal ini guru perlu memiliki keahlian dan ketrampilan yang
tinggi untuk menyeimbangkan persyaratan yang satu dengan yang lain.
5.
Kemampuan
mengevaluasi
Untuk mengetahui sejauh mana hasil
usaha pengajaran, sudah lazim dilakukan ulangan atau tes. Namun bagaimana
prosedur evaluasi tersebut dilakukan, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
kemampuan seorang guru. Seorang pengajar harus betul – betul menguasai tehnik
penilaian bagi anak didiknya agar sesuai dengan yang diharapkan
B. Cara Mendesain Kompetensi
Alternatif pertama mendesain kompetensi
atau tujuan pembelajaran berdasarkan KBK (kurikulum berbasis kompetensi),
lazimnya ada tiga komponen yang harus dirumuskan khususnya dalam KBK, yaitu:
1. Standar kompetensi
2. Kompetensi dasar
3. Indikator
Standar Kompetensi adalah kebulatan
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan
dicapai dalam mempelajari suatu mata kuliah. Cakupan standar kompetensi yaitu
1. standar isi (content standard) dan 2. standar penampilan (performance
standar). Dengan kata lain Standar Kompetensi adalah sebuah keutuhan
prestasi terbesar dari mata kuliah yang diperoleh mahasiswa atau sebuah
keutuhan prestasi terbesar dari mata pelajaran setelah mengalami proses
pembelajaran dalam satu semester.
Sedangkan Kompetensi Dasar adalah jabaran
dari standar kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang
harus dikuasai dan dapat ditampilkan peserta didik. Dengan kata lain,
Kompetensi Dasar adalah kompetensi-kompetensi pendukung atau penentu
keberhasilan tercapainya Standar Kompetensi. Tanpa penguasaan Kompetensi Dasar peserta
didik tidak akan mungkin berhasil dengan utuh atau sempurna akan tercapainya
Standar Kompotensi sebagai hasil prestasi terbesar sebagai sebuah totalitas.
Indikator adalah rumusan kompotensi yang
lebih spesifik yang menunjukkan cirri-ciri penguasaan suatu kompetensi dasar
atau sub-kompetensi. Sebuah kompetensi dasar memiliki beberapa bukti atau tanda
penguasaan.[12]
C. Arti Tujuan Pembelajaran
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno berikut
ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F.
Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak
dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat
kompetensi tertentu. Â Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa tujuan
pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau
penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil
belajar yang diharapkan. Henry Ellington bahwa tujuan pembelajaran adalah
pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu,
Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi
mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung
pembelajaran.[13]
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dan kurikulum 2013, tujuan pembelajaran berupa Kompetensi Dasar (KD) dan
indikator. KD merupakan tujuan pembelajaran yang memiliki cakupan luas.
Sedangkan indikator merupakan tujuan pembelajaran yang spesifik.
Indikator merupakan ukuran, karakteistik,
ciri-ciri, atau proses yang memiliki kontribusi demi ketercapaian suatu KD.
Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diukur, seperti mengidentifikasi, menghitung, membedakan, meyimpulkan, dan
sebagainya.[14]
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat
memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih
Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran,
yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar
kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara
lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3)
membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran;
(4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008
tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk
untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu,
petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran,
serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan
pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama,
bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan
dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang
menarik untuk digaris bawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa
perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini
mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat
secara tertulis (written plan).
Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu
dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran. Pertama, rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan
untnuk mengevaluasi efektifitas keberhasilan proses pembelajaran. Keberhasilan
itu merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran. Kedua, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman
dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat
membimbing siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar. Ketiga, tujuan
pembelajaran dapat membantu dalam mendesain pembelajaran. Artinya, dengan
tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran,
metode, atau strategi pembelajaran, alat, media, dan sumber belajar, serta
dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar
siswa. Keempat, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol
dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui
penetapan tujuan, guru bisa mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan
sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku.[15]
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi,
dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik
dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Dalam hal ini penulis akan mengemukakan beberapa hal atau macam tujuan pendidikan antara
lain :
a.
Tujuan
Pendidikan Nasional
b.
Tujuan
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan nasional bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,
mandiri, maju tangguh, cerdas kreatif, trampil berdisiplin, beretos kerja,
professional bertanggung jawab dan produktif serta sehat jamani dan rohani,
pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa
cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial
serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan
serta berorientasi masa depan[16].
Dengan demikian jelaslah bahwa
tujuan pendidikan bangsa Indonesia ialah membentuk manusia yang benar-benar
taat kepada Tuhan Yang Maha Esa - Dan yang tidak kalah penting harus disertai
aspek kecerdasan, akhlak serta sikap dan ketrampilan dan jiwa Nasionalisme yang
tinggi.
Sedangkan tujuan pendidikan agama
Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang
melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu sasaran
yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang akan melaksanakan
pendidikan Islam.[17]
Disamping itu setiap muslim di dunia
ini harus mempunyai cita-cita untuk selalu mewujudkan perimbangan antara
kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat.
واتبع فيم اتك الله الدار الاخرة ولا تنس نصيبك
من الدنيا واحسن كم احسن الله اليك ولا
تبغ الفساد فى الارض. ان الله لايحب المفسدين /القهر/
"Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat dan janganlah kamu
melupakan bagianmu dan kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai pada orang-orang
yang berbuat kerusakan".[18]
Dari sekian pendidikan, pendidikan
keimanan dan akhlaqlah yang mendapat prioritas pertama dan utama, karena
pribadi yang iman yang kuat dan akhlaq yang baiklah yang dapat memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan kesehatan badannya untuk kepentingan hidupnya, masyarakat,
negara dan umat manusia sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dalam hal ini tujuan pendidikan
agama dibagi dua:
1.
Tujuan
sementara
Tujuan sasaran sementara yang harus
dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan sementara di
sini yaitu, tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah,
pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan,
keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.
Yang dimaksud tujuan sementara
pendidikan agama Islam ialah suatu tujuan yang hendak dicapai, yang digunakan
sebagai alat untuk rnencapai tujuan akhir dari pada pendidikan agama Islam.
Tujuan sementara meliputi kecakapan
jasmaniah, pengetahuan membaca dan menulis, pengetahuan akan ilmu-ilmu
kemasyarakatan, kesusilaan dan keagamaan kedewasan jasmani dan rohani dan
sebagainya.[19]
2.
Tujuan akhir pendidikan agama Islam
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam
yaitu terwujudnya kepribadian muslim. Sedangkan kepribadian muslim di sini
adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan
ajaran Islam.[20]
Tujuan hidup orang muslim, tercantum
dalam Al Qur’an yang berbunyi Al Baqarah ayat 57 :
وما خلقت الجن وإلانس إلا ليعبدون.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
menyembahku”.( Al baqarah ; 57)
Untuk mencapai tujuan akhir, lebih
dulu harus dicapai beberapa tujuan sementara. Dari beberapa tujuan sementara
yang telah disebutkan, maka yang mendapat prioritas pertama dan utama adalah
keimanan dan akhlaq.
Dalam hal ini sesuai dengan hadist
Nabi SAW yang berbunyi:
انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
“Sesungguhnya aku ini di utus untuk
meyempurnakan akhlaqyang mulia”.[21]
Dari uraian tersebut di atas
jelaslah bahwa iman dan akhlaq adalah suatu yang menjadi pegangan hidup untuk
mengukur harga diri seseorang. Berguna atau tidaknya seseorang bagi masyarakat
dan negara tergantung pada kedua hal tersebut di atas. Untuk mewujudkan iman
yang kuat dan akhlaq yang mulia diperlukan adanya pendidikan agama Islam.
Agar iman yang kuat dan akhlaq yang
mulia dapat meresap dalam jiwa anak, maka pendidikan agama Islam harus dimulai
sejak kecil, ketika anak masih fitrah, dan mudah terpengaruh sesuatu. Dalam hal
ini orang yang paling dekat adalah orang tua sendiri.
Sesuai dengan tujuan yang telah
tersebut di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa dalam membentuk sikap anak
terhadap pendidikan agama Islam, maka perlu sekali menanamkan rasa kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau memberikan pelajaran agama pada anak sejak
kecil. Otomatis keluargalah yang paling dekat dalam hubungannya dengan
anak-anak. Sehingga kedua orang tualah yang sangat berpengaruh terhadap sikap anak
dalam pendidikan agama Islam.
D.
Taksonomi Tujuan Pembelajaran
Taksonomi tujuan pembelajaran merupakan
suatu kategorisasi tujuan pembelajaran, yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk merumuskan
tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran.
Untuk dapat menentukan tujuan pembelajaran
yang diharapkan, pemahaman taksonomi tujuan atau hasil belajar menjadi sangat
penting bagi seoarang guru. Dengan pemahaman ini guru akan dapat menentukan
dengan lebih jelas dan tegas apakah tujuan intruksional pengajaran yang
diasuhnya lebih bersifat kognitif, dan mengacu kepada tingkat intelektual
tertentu, atau lebih bersifat afektif atau psikomotorik.
Taksonomi Bloom (1956) sangat terkenal di
Indonesia, bahkan tampaknya yang paling terkenal dibandingkan dengan taksonomi
lainnya. Taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan kognitif kedalam enam kategori.
Taksonomi Bloom (1956) sangat terkenal di Indonesia, bahkan tampaknya yang
paling terkenal dibandingkan dengan taksonomi lainnya. Taksonomi Bloom
mengelompokkan tujuan kognitif kedalam enam kategori
a. Pengetahuan
* Mengingat
* Menghafal
b. Pemahaman
* Menerjemahkan
* Menginterpretasikan
* Menyimpulkan
c. Penerapan
* Menggunakan konsep prinsip, dan prosedur untuk
memecahkan masalah
d. Analisis
* Memecahkan konsep menjadi bagian-bagian
* Mencari hubungan antar bagian
e. Sintesis
* Menggabungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan
f. Evaluasi
* Membandingkan nilai-nilai, ide-ide, metode dsb.
dengan standar
Taksonomi Tujuan Psikomotor Menurut
Harrow.Tujuan instruksional kawasan psikomotor dikembangkan oleh Harrow (1972).
Taksonomi Harrow ini juga menyusun tujuan psikomotor secara hierarkis dalam
lima tingkat, meniru sebagai yang paling sederhana dan naturalisasi sebagai
yang paling kompleks.
a. Naturalisasi
* Melakukan gerak secara wajar dan efisien
b. Perangkaian
* Merangkaikan berbagai gerakan secara berkesinmbungan
c. Ketepatan
* Melakukan gerak dengan teliti dan benar
d. Penggunaan
* Menggunakan konsep untuk melakukan gerak
e. Peniruan
* Menirukan gerak yang telah diamati
Taksonomi Tujuan Afektif Menurut
Krathwohl, Bloom dan Masia. Krathwohl, Bloom dan Masia (1964) mengembangkan
taksonomi tujuan yang berorientasikan kepada perasaan atau afektif. Taksonomi
ini menggambarkan proses seseorang di dalam mengenali dan mengadopsi suatu
nilai dan sikap tertentu yang menjadi pedoman baginya dalam bertingkahlaku.
Krathwohl mengelompokkan tujuan afektif ke dalam 5 kelompok.
a. Pengamalan
• Internalisasi nilai-nilai men-jadi pola hidup
b. Pengorganisasian
• Menghubung-kan nilai yang dipilih dengan sistem
nilai yang ada
• Mengintegra- sikan nilai-nilai tersebut ke dalam
hidupnya
c. Penghargaan Terhadap Nilai
• Menerima ni-lai-nilai, setia kepada nilai- nilai
• Memegang teguh nilai- nilai
d. Pemberian Respon
• Aktif hadir
• Berpartisipasi
e. Pengenalan
• Ingin menerima
• Ingin menghadiri
Tujuan pembelajaran biasanya diarahkan
pada salah satu kawasan dari taksonomi. Benyamin S.Bloom dan D.Krathwohl (1964)
memilah taksonomi pembelajaran dalam tiga kawasan,yakni kawasan (1) kognitif,
(2) afektif, dan (3) psikomotor.
1. Kawasan Kognitif
Kawasan kognitif adalah kawasan yang
membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang berawal dari
tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi.Kawasan
kognitif ini terdiri atas 6 tingkatan yang secara hierarkis berurut dari yang
paling rendah (pengetahuan) sampai ke yang paling tinggi (evaluasi) dan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tingkat Pengetahuan
(knowledge)
b. Tingkat Pemahaman
(comprehension)
c. Tingkat Penerapan
(application)
d. Tingkat Analisis (analysis)
e. Tingkat Sintesis
(synthesis)
f. Tingkat
Evaluasi (evaluation)
2. Kawasan Afektif (Sikap dan Perilaku)
Kawasan afektif adalah satu domain yang
berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interes, apresiasi (penghargaan) dan
penyesuaian perasaan social. Tingkatan afeksi ini ada lima, dari yang paling
sederhana ke yang kompleks adalah sebagai berikut;
a. Kemauan Menerima
b. Kemauan Menanggapi
c. Berkeyakinan
d. Penerapan Karya
e. Ketekunan dan
ketelitian
3. Kawasan Psikomotor
Domain psikomotor mencakup tujuan yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual atau motorik. Domain
ini juga mempunyai berbagai tingkatan. Urutan tingkatan dari yang paling
sederhana sampai ke yang paling kompleks (tertinggi) adalah;
a. Persepsi
b. Kesiapan melakukan suatu kegiatan
c. Mekanisme
d. Respons terbimbing
e. Kemahiran
f. Adaptasi dan originasi[23]
BAB III
PENUTUP
A. Analisis
Dalam proses
pembelajaran terjadi interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Oleh
karena itu, pendidik dengan peserta didik dalam mengerjakan sesuatu haruslah
baik, dengan demikian tercermin akan keberhasilan mendesain kompetensi dan
tujuan pembelajaran. jadi kompetensi merupakan kemampuan yang harus dimiliki
oleh individu dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan uraian tugas yang
dilakukannya. Proses pembelajaran itu sendiri memiliki tahapan tingkatan tertentu dan
dapat berjalan jika adanya kondisi belajar yang mendukung. Desain kompetensi
ini termasuk salah satu bagian dari kondisi eksternal belajar, di samping
kondisi internal yang berupa kemampuan dan kesiapan diri pebelajar. Alternative pertama mendesain kompetensi atau tujuan pembelajaran atau
hasil belajar mata kuliah atau mata pelajaran yaitu berdasarkan KBK (kurikulum
berbasis kompetensi), lazimnya ada tiga komponen yang harus dirumuskan
khususnya dalam KBK, yaitu:Standar kompetensi, Kompetensi
dasar dan Indicator. Kemudian aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik merupakan tujuan pembelajaran yang mana
peserta didik di harapkan memiliki kemampuan dari tiga aspek tersebut. dengan
memiliki ketiga aspek tersebut diharap menjadi manusia yang baik dalam
kehidupanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Metodik Khusus
Pendidikan Agama, Bandung: Armico, 1986
Abi Bakar Assayuti, Imam Jalaludin
Abdul Rohman bin, Al Jami’us Shogir, Bandung: Sarkatul Ma’arif
Departemen Agama RI, Al Qur’an
dan Terjemahnya. Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Qur’an, 1978
Ketetapan MPR. RI. No : II/MPR/1993
tentang : Garis-garis Besar Haluan Negara 1993-1998
Kusaeri,
Acuan & Teknik Penilaian Proses & Hasil Belajar Kurikulum
2013, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014
Munthe, Bermawi, Kunci Praktis Desain
Pembelajaran, Yogyakarta: CTSD, 2009.
Sanjaya, Wina, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media
Group, 2006
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan
Dasar Islam I. Bandung: Pustaka Setia 1998.
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional,
Bandung: remaja Rosdakarya, 2001
Uno, Hamzah B., Perencanaan
Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008.
Yasin, Moh Fahri, Sistem Evaluasi
Pembelajaran, Gorontalo: Sultan Amai Press, 2009.
Online, http://nurulfikri.sch.id/index.php?option=com
diakses pada tanggal 03 Maret 2016.
[1] Syaiful Bahri
Djamarah, prestasi belajar dan kompetensi guru, (surabaya: usaha nasional,1994)
hal. 33
[3] Mustaqim,
Psikologi ..., h. 92
[4] Nana Sudjana, Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 2000), h. 18
[5] Ibid.,
h. 18
[6] Muhibbin Syah,
Psikologi..., h. 231
[7] Nana Sudjana, Dasar-Dasar...,
h. 18
[8] Nana Syaodih
Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum : Teori dan Prakte, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002), h. 193
[9] E. Mulyasa, Kurikulum
..., h. 187
[10] Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung :
remaja Rosdakarya, 2001), h. 51
[11] Abu Ahmadi, Metodik
Khusus Pendidikan Agama, (Bandung: Armico, 1986), h. 151
[12] Ibid., h.28.
[13] Online,
http://nurulfikri.sch.id/index.php?option=com diakses pada tanggal 03 Maret
2016.
[14] Kusaeri, Acuan & teknik penilaian proses &
hasil belajar kurikulum 2013, (yogyakarta: ar-ruzz media, 2014) hal. 30
[15] Wina sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2006) hal. 64
[17] Nur
Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Dasar Islam I. (Pustaka setia 1998. Bandung ), hal. 29
[18] Departemen
Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta , (Proyek Pengadaan Kitab Suci Al
Qur’an, 1978), hal.49
[19] Uhbiyati. Op.
Cit hal.30
[20] Ibid
[21] Imam Jalaludin
Abdul Rohman bin Abi Bakar Assayuti, Al Jami’us Shogir, (Sarkatul
Ma’arif, Bandung ),
hal. 76
[23] Hamzah B. Uno,
Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008, h. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar